Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk menikmati indahnya pemandangan dan sejuk udara dari kaki Gunung Bunder, tepatnya di Alun-alun Kuta Genggelang (AKG).
Awalnya tertarik kembali untuk kemping ketika melihat teman yang ditandai (tag) di salah satu tempat kemping di Facebook. Terakhir saya kemping di Alun-alun Surya Kencana namun lupa tahun berapa karena waktu itu belum ada smartphone, hanya kamera Fuji yang saya bawa.
Saya usul ke adik dan rupanya gayung bersambut. Hujan deras menyambung kedatangan kami di lokasi sekitar pukul 3 sore setelah menempuh perjalanan sekitar 61 Km dan memakan waktu sekitar 3 jam dengan motor (sudah termasuk istirahat makan siang dan sholat).
Saya menyewa 1 tenda ukuran 2 orang sekitar 100 ribu dan sebuah flysheet sekitar 25 ribu. Dewasa dikenakan biaya masuk 35 ribu permalam untuk menginap dan anak kecil masih gratis. Saya rasa masih terjangkau menikmati fasilitas yang diberikan. Toilet terdiri dari 2 tempat dengan berjarak sekitar 50 meter dan gratis.
Untuk peralatan kemping lainnya sudah dibantu oleh rekan Arif dan Iqbal dan konsumsi dipersiapkan dengan baik oleh 2 wanita cantik, hahaha.
Lokasi tenda yang saya tempati tidak jauh dari toilet dan pemandangan malam yang wow, silakan cek foto.
Ada warung yang menjual makan dan minum pula jika kita tidak membawa makanan yang cukup. Sekitar jam 10 pagi saya sudah angkat kaki dari sini karena terik matahari yang cukup menyengat.
Oh iya, untuk ke lokasi, motor dan mobil mempunyai jalur yang berbeda, walaupun penelurusan saya setelah melewati keduanya, ternyata tetap bisa dilewati juga baik oleh motor dan mobil. Untuk jalur motor melewati perumahan warga, dan jika Anda melewati jalur mobil, maka akan melihat tempat masuk wisata D’Bunder View dahulu sebelum memasuki area AKG.
Berikut kesimpulan dari saya untuk AKG saat itu :
Kelebihan :
– akses jalan ke lokasi belum sepenuhnya di aspal namun tetapi mudah dilewati motor dan mobil.
– kendaraan bisa diparkir di samping tenda, termasuk mobil jika mendapatkan lokasi yang tepat.
– toilet bersih dan gratis.
– area kemping cukup luas.
– tiket masuk Rp. 35.000/orang dan sudah termasuk parkir kendaraan.
Kekurangan :
– toilet bawah saat itu airnya tidak keluar, sepertinya baru selesai dibangun.
– untuk yang membawa anak kecil, mohon diperhatikan karena tidak ada pembatas ke sisi bawah area kemping.
– karena tidak ada pepohonan tinggi, maka cuaca di siang hari sangat terasa terik, disarankan sampai lokasi sekitar sore hari.
Alhamdulillah, itulah yang pertama kali saya ucapkan dan alhamdulillah kembali karena :
Rencana perjalanan ini seharusnya sekitar Juli 2019 dan selanjutnya akhir Desember 2019 sesuai pembahasan pada perjalanan ini, namun pada Juli jadwal kami belum memungkinkan dan mendekati Desember, saya sudah pesimis karena ada rekan kami yang sedang berduka di bulan sebelumnya, jadi tidak mungkin juga saya membahas liburan namun manusia boleh merencakan, Tuhan lah yang menentukan. Pucuk dicinta ulam pun tiba, awal Desember WAG berbunyi terus dan langsung eksekusi tanggal dan tempat saat itu juga, sehingga jadilah artikel ini.
Musim hujan ? so pasti, sejak SD sudah diinfokan bulan yang berakhir Ber, waktunya musim hujan, walaupun sekarang sudah meleset. So, apa hubungannya ? Cekidot.
Seperti biasa, kami jalan setelah masing-masing selesai jam kerjanya. Rencana perjalanan jam 7 malam, mengingat waktu yang ditempuh ke Pelabuhan Merak sekitar 4 jam dari lokasi kami. Namun apalah daya, hujan yang tiada henti membuat kami gaspol sekitar pukul 9 malam walau saat itu hujan masih setia juga menemani kami hingga sampai di Pelabuhan sekitar pukul 1 dini hari.
Kami hampir menunggu sekitar 1 jam sejak pembelian karcis dan menaiki kapal. Saya yang baru pertama kali ke sini, jujur saya sepertinya kurang mendapatkan informasi yang sesuai untuk kapal karena kami telah bolak-balik sekitar 3 tempat untuk menaiki kapal.
Deg-deg an ? Biasa aja kok, walau gak bisa berenang, tetap santai walaupun baru pertama kali naik kapal laut, wkwkwkw, sebelumnya hanya naik kapal nelayan jika wisata ke Pulau Seribu, jika saya naik pesawat, “CriticalEleven“-nya tentu berbeda.
Setelah parkir motor, banyak yang terburu-buru naik ke atas, saya yang baru pertama kali naik ya biasa aja, ternyata oh ternyata mereka mencari tempat istirahat yang enak (posisi wenak), hahahaha. Sayangnya kami kehabisan tempat di ruang tersebut, namun masih ada ruang lain, boleh dibilang kelas 2 lah, tetap ada AC juga kok dan bisa tidur dengan nyaman.
Bisa tidur ? Alhamdulillah 1 jam. Sekitar pukul 4 pagi ada pengumuman kapal akan segera tiba ditujuan dan selepas sholat Subuh di kapal, tak lama kami pun gaspol lagi.
Dari Pelabuhan ke Bandar Lampung sekitar 1 jam 30 menit dimana jalanan saat itu sangat lenggang atau memang selalu begini kah ? Kami tidur sejenak di SPBU 24.352-46 dimana perjalanan masih sekitar 2 jam untuk mencapai lokasi.
Akhirnya sekitar pukul 11:30 sampai juga di Teluk Kiluan, klak klik, ambil foto dulu dunk, hahaha. Ternyata ada penunggunya, maksudnya staf yang menawari kami untuk bermalam dan berwisata di sana. Oh iya, perjalanan ini kami tidak mencari tempat penginapan online sebelumnya, jadi memang langsung mencari di lokasi. Setelah melihat sekitar 4 lokasi, kami mendapatkan tempat yang layak (murah dan pemandangan bagus).
Istirahat sejenak dan sore hari kami wisata ke Pulau Kelapa. Oh iya lagi nih, sebelumnya saya telah konsultasi ke mas Guntor, yang pernah ke sana sebelumnya, dia menginap di Pulau Kelapa dan jalan menuju ke Teluk Kiluan kurang begitu mulus (memang sih, saya lihat banyak tambalan aspal, mungkin telah diperbaiki). Untungnya saya gak mengikuti menginap di Pulau Kelapa, kenapa ? karena setelah malam tiba, oh tidakkkkk, gelap sekali dan hanya ada beberapa penginapan dimana kamar mandinya terpisah alias di luar dan 1 warung makan saja serta darah kami pun menjadi santapan lezat para kawanan nyamuk di pulau tersebut.
Kembali ke penginapan, kami langsung disuguhi makanan laut yang telah dipesan sebelumnya, harganya masih terjangkau dan rasanya tidak begitu mengecewakan.
Sinyal HP selain pelat merah, jangan harap bisa online di sini. Untungnya Lae Hotby berbaik hati menjadi ISP sementara, akhirnya bisa online juga. Rintik gerimis pun menjadi pengiring tidur kami saat itu.
Inilah yang menjadi acara utama, melihat lumba-lumba dengan tantangan yang luar biasa. Memang disarankan sekitar pukul 6 sampai 8 pagi waktu yang tepat untuk melihatnya. Sekitar 1 jam di lautan lepas mencari mereka, akhirnya terbayar sudah lelahnya perjalanan ini, 30 menit bersama lumba-lumba cukup membuat suara ini hampir habis dan ekstra hati-hati, karena ? ya karena saat merekam mereka, HP saya tidak ada pengaman lebih seperti ring, jadi jika saat itu ada hentakan dan tercebur, oh tidakkkkkk.
Setelah makan siang, kami langsung gaspol kembali dan sebelum masuk pintu pelabuhan, menyempatkan untuk beli oleh-oleh yang disesuaikan dengan kondisi tas ransel, iya tas ransel karena hanya itu yang memungkinkan untuk menyimpan makanan tersebut.
Perjalanan pulang memakan waktu lebih lama, mulai dari antrian tiket, saran saya bawa E-Money, karena saat di Merak bisa menggunakan uang cash, di sini dibantu oleh petugas tiket dengan milik mereka namun tentunya ada biaya admin, masih terjangkau kok.
Untuk penginapan yang kami tempati bisa menghubunginya pada gambar terakhir dan gambar sebelumnya adalah rencana tempat yang akan kami kunjungi, namun apalah daya, jalan yang kurang bagus serta waktu yang tidak memungkinkan, rencana tinggal rencana.
Ingin kembali lagi ke sini ? saya akan berpikir ulang dengan baik, semoga pemerintah setempat memperbaiki jalan ke area ini, memasang lampu penerangan dan menjadikan tempat wisata yang lebih berkualitas agar bisa membantu perekonomian warga sekitar. Kok jadi kaya pidato ya ? biarin aja, hahaha.
Sampailah kami kembali di Pelabuhan Merak, namun sebelumnya makan malam dulu di sekitar situ sambil merencanakan perjalanan selanjutnya, yaitu Juli 2020. Sampai di rumah sekitar pukul 2 dini hari dan melanjutkan dari point 2 di atas, alhamdulillah di dalam perjalanan datang dan pergi, cuaca sangat bersahabat, kecuali saat awal menuju pelabuhan dan hujan pun turun kembali setelah kami tiba di rumah masing-masing.
Touring sesi ke 2 ini direncanakan sekitar Oktober 2018 dengan tujuan Geopark Ciletuh di Sukabumi. Terlintas dari kata “Sukabumi” dalam hati saya, seberapa jauh jarak yang akan ditempuh dan waktunya, mengingat saya pernah ke daerah sana beberapa tahun lalu dengan mobil untuk rafting acara kantor, yang waktunya dari Ciawi sekitar 2 jam dengan perjalanan yang berlika liku tanpa ada harapan lebih lanjut, hahaha.
Versi Agung yang pernah ke sana beberapa saat lalu, memakan waktu sekitar 8 jam dengan perjalanan santai. Wow 8 jam di atas motor, gak kebayang rasanya. Namun, jika melihat rute dari GoogleMaps, memakan waktu sekitar 3 – 4 jam, tentunya perjalanan tanpa istirahat bukan.
Jauh hari kami mencari penginapan dengan alasan pada tanggal 28 – 30 Desember 2018 nanti ketika hari H kemungkinan bisa terjadi lonjakan harga mengingat sudah memasuki libur panjang akhir tahun, namun alhamdulillah tidak didapatkan lokasi yang sesuai dari beberapa aplikasi travel popular karena jaraknya yang terlalu jauh dari lokasi dan tidak sesuai juga dengan dana kami, hehehe.
Hari H pun tiba, kami semua berkumpul di RDTX dan kali ini bertambah 1 orang lagi, yaitu Putra. Jalan sekitar 23:30 WIB dengan rute Depok – Bogor, untuk ke lokasi kami menggunakan navigasi GoogleMaps. Istirahat pertama kami di SPBU Cikereteg, dan berlanjut hingga pukul 6 pagi untuk sarapan di sekitar pertigaan Bagbagan. Di sini saya memejamkan mata sejenak karena sudah 5 watt. Hujan ringan menemani kami sepanjang perjalanan sejak Subuh hingga pagi ini.
Pada pertigaan kami ke kiri arah Geopark yang tertulis masih 71 KM lagi, OMG. Banyak pemandangan pantai dan bukit yang bagus dalam perjalanan untuk spot foto namun karena kondisi hujan, maka tidak semua tempat kami singgahi. Pada satu spot sekitar Loji, saya bertemu dengan seorang Bapak dari daerah Permata Hijau, Jakarta Selatan, dia menginfokan jalan sekitar jam 5 pagi dan memang ingin pulang ke daerah Geopark. Entah rute mana yang dia lewati atau karena sudah terbiasa, hanya memakan waktu sekitar 3 jam, lah saya sudah sekitar 7 jam belum sampai juga, hahaha.
Masya Allah pemandangan laut nan luas dan indah kami temui di Puncak Darma sekitar pukul 9 pagi, kami sempat bertanya penginapan ke petugas parkir dan ternyata dia punya kenalan, dijemputlah kami ke lokasi rumahnya. Jarak dari Puncak Darma ke desa Cimanjung sekitar 3 KM dengan kondisi jalan yang cukup curam serta belum sepenuhnya di aspal menghabiskan waktu 15 – 20 menit untuk sampai ke lokasi.
Jika Anda pernah menginap di Kepulauan Seribu, maka ketika memasuki desa tersebut, kondisinya hampir sama, yaitu terdapat rumah warga di kanan kiri untuk disewakan. Setelah negosiasi, sepakat kami membayar Rp. 500.000 untuk sewa 1 malam dengan kondisi 2 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Ada perbedaan dengan rumah yang biasa kami sewa, dalam hal ini ternyata penghuni rumah tersebut “ikut” menempati juga walau hanya malam hari saja untuk melepas lelah.
Zzzzz itulah nada kedua mahluk di samping saya, sebenarnya 2 lagi bernada sama tapi mereka tidur di kamar yang berbeda. Sekitar 3 jam waktu yang cukup untuk mengembalikan tenaga yang hilang dan sebelum ke tujuan utama, kami makan bakso dulu yang persis di sebelah rumah, ternyata penjualnya kakak dari pemilik rumah.
Sampailah kami di Pantai Palangpang, Geopark Ciletuh dan berkunjung ke warung dari ibu pemilik rumah yang kami sewa. Pengunjung saat itu sedang sepi, kemungkinan sebab dari efek Tsunami di Banten beberapa waktu lalu, sehingga banyak wisatawan enggan berkunjung ke Pantai. Dalam lokasi Pantai tersebut, terdapat sekitar 20 warung serta beberapa vila yang di sewakan, yaitu vila Batman, entah kenapa dinamakan Batman, sekilas tidak mirip bentuk kelelawar, hanya bergambarkan saja.
Selepas Maghrib kami kembali ke penginapan namun sebelumnya mampir dahulu ke tempat makan, ya kami belum makan nasi sejak sarapan tadi pagi. Untuk mencari makanan di sini cukup mudah karena banyak warga sekitar yang menjualnya, jadi gak perlu repot, walaupun di penginapan kami ditawari paket catering.
Malam hari kami mencari mangsa, eh makan lagi maksudnya, kali ini yang kami cari adalah ikan bakar. Mengelilingi jalan sekitar 10 KM, kami belum mendapati tempat yang sesuai, hingga akhirnya diputuskan untuk membeli ikan di TPI Ciwaru lalu di olah di rumah makan Raja Laut yang tidak jauh. Rasanya ? jauh lebih enak masakan istri saya. Ikan dan cumi yang kami beli sekitar 2 kg, masih terasa amis dan diolah sekedarnya, ya cukup tahu sajalah.
Pagi hari kami sarapan di sekitar Indomaret Ciwaru, satu arah ke Curug Sodong yang akan kami datangi hari ini selain Panyawangan. Hanya sekitar 2 KM dari tempat kami sarapan, sudah sampailah kami depan pintu masuknya dengan membayar Rp. 5.000 / motor. Ada beberapa warga yang menawarkan diri untuk ke Curug Cikanteh namun kami tidak berminat mengingat waktu yang singkat. Hanya sekitar 15 menit kami di sini untuk berfoto ria karena akan menuju Panyawangan yang berjarak sekitar 11 KM. Pemandangan dari Panyawangan tidak jauh berbeda dari Puncak Darma, bisa melihat bukit dan pantai nan luas.
Selepas Zuhur kami meninggalkan pengingapan, rute pulang berbeda dengan rute jalan, kali ini kami melewati daerah Cikidang dan Cibadak yang walaupun keluarnya akan tetap di jalan raya Sukabumi juga namun waktunya jauh lebih singkat. Mungkin inilah jalur yang dilewati Bapak yang kami infokan di paragraph atas sebelumnya. Sebelum pulang, kami makan sore di Warung Taman daerah Bogor, sambil melepas lelah tentunya.
Bagi saya pribadi ini merupakan jarak terjauh dengan mengendarai motor seorang diri, ditambah dengan jalur yang berlika liku dengan melewati beberapa tanjakan dan turunan yang cukup curam. Beberapa daerah yang kami lewati mempunyai lampu penerangan yang sangat minim, sehingga harus lebih berhati-hati ketika melewatinya. Alhamdulillah sekitar pukul 9 malam, kami telah tiba di rumah masing-masing. Terima kasih semuanya.
Perjalanan ini terasa sangat menyenangkan karena saya hanya duduk manis saja, hehehe tapi gak juga sih, ini juga pertama kalinya liburan hanya berdua dengan F1, jadi lebih “merasakan”. Yup, ini juga liburan pertama setelah “pindah” dan mungkin juga keberuntungan karena jika mengikuti jadwal awal, pastinya tidak bisa ikut, tapi suratan takdir mengizinkan saya untuk berpetualang.
Tujuan kali ini adalah Pantai Carita yang memakan waktu sekitar 3-4 jam dari tempat kami berkumpul. La Gundi Carita Resort, itulah lokasi vila yang kami sewa, terdiri dari 3 kamar tidur + 3 kamar mandi di dalam kamar tersebut. Ruangan vila cukup luas dan halamannya bisa menampung mungkin sekitar 10 mobil, terdiri dari 4 vila yang dibatasi pagar bambu dan jarak dari ke pantai sekitar 50 meter, sangat dekat untuk langsung bermain air.
Sampai di sana sekitar siang hari dan alhamdulillah sudah disiapkan makan siang oleh mba Yuni. Untuk liburan ini kami membawa bekal makan sendiri dan perlengkapan BBQ untuk acara di malam hari. F1 yang sejak sampai sudah langsung ingin berenang saja, sempat dia minta dibelikan mainan istana pasir dan katanya jika dibelikan, dia gak main di pasir tapi ya namanya juga bocah, gak lama setelah dibelikan + “hasutan” dari para mahluk lainnya, hahaha, mainlah dia di pasir kembali.
Cukup lama kami berada di pantai, bermain sepak bola dan banana boat, hingga menemani sang matahari yang akan terbenam. Melihat F1 bermain, sepertinya tak kenal lelah namun sudah bisa diduga, setelah mandi dan makan, terlelaplah dia hingga matahari terbit esok harinya. So, setelah dia tidur, saya membantu mempersiapkan makan malam yang kali ini menunya lebih WAH dari sebelumnya (silakan lihat gambar ya).
Malam telah tiba, bla bla bla dan pagi pun telah tiba, bla bla bla, itulah info dari moderator dalam permainan Werewolf, yang baru pertama kalinya saya bermain tapi cukup seru juga ternyata hingga dinginnya angin pantai pada pukul 2 pagi tersebut memaksa kami untuk beristirahat. Setelah sholat Subuh berjamaah saya pun terlelap kembali tetapi para gadis telah sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan dengan menu yang WOW, hahaha.
Oh iya, seperti kedatangan sebelumnya, banyak penjual yang menghampiri kami bahkan menggelar dagangannya di halaman, mulai dari pakaian, mainan hingga makanan. Untuk makanan seperti emping, ikan laut, cumi, otak-otak dsb, saya hanya membeli 2 macam, bukan sebagai oleh-oleh tapi karena titipan saja, karena memang gak niat untuk membelinya, hehehe.
Setelah sarapan dan bermain kata hingga siang hari, tiba saatnya mempersiapkan diri untuk kembali ke rumah masing-masing dan seperti kalimat pembuka di atas, kali ini pun hanya duduk manis saja karena diantar sampai rumah. Terima kasih mas Nanda dan mas Uyan atas tumpangannya dan terima kasih kepada kawan-kawan yang telah ikut serta di acara ini. Sampai jumpa kembali di cerita lainnya.
“Jalan-jalan kemana lagi nih kita ?” si Agung yang anak motor maunya ke Leuwi Hejo dan pastinya naik motor pula, namun karena saat itu musim hujan agak gimana gitu. Sempat juga rencana ke Lampung tapi rencana tinggal rencana akhirnya kita ke tujuan si Agung deh. Kita berempat jalan sekitar pukul 10 malam, tunggu si Agung selesai tugas dan telah ditunggu Lae Hotby di sekitar Kranggan.
Sampai sini pun juga masih belum ada tujuan untuk menghabiskan waktu malam, cek di peta lokasi Leuwinya kurang lebih 1 jam sampai tapi siapa juga yang mau tengah malam ke air terjun, hiiiii. Akhirnya kita coba cari makan dulu deh, mungkin aja nanti bisa dapat ide. Jalan tengah malam dari Kranggan – Cileungsi – Wanaherang – Gunung Putri hanya untuk mencari bubur kacang hijau, hahaha, dan Alhamdulillah dapat setelah sekian tempat disinggahi.
Yawdah kita ke Puncak aja, esoknya pulang baru ke Leuwi Hejo, itulah ide dari saya yang akhirnya selesai makan langsung ngacir ke Puncak dan hanya memerlukan waktu 30 menit, ya iyalah jalannya jam 2 malam. Sampai atas cari-cari penginapan murah ya karena hanya tinggal sedikit waktu tersisa sebelum check out dan akhirnya dapat juga 1 kamar tiga tempat tidur cuma 200 ribu plus bisa ngopi sepuasnya. J
Habis check out baru lah kita check in, lah kok ? iya kita cari penginapan lagi, kali ini pakai Traveloka dan hasilnya kita menginap di Grand Pesona Ksatria, tempatnya bagus dan terjangkau, nexttime jika ke Puncak lagi, mungkin saya akan menginap di sini lagi. Habis check in kita jalan cari makan yang murah meriah dan menyehatkan, mampirlah di rumah makan depan pertigaan arah Taman Safari. Untuk menghabiskan sisa waktu sore, kita jalan ke arah TS, hanya numpang lewat aja sih niatnya hahaha, tapi ternyata ada taman kecil ketika arah pulang tersebut, namanya Taman Recycle, jadi kita istirahat sejenak di sana.
Malam hari hujan pun turun, terpaksa cari makan di depan penginapan saja dan tidak bisa jalan kemana-mana hingga matahari terbit esoknya.
Jalan ke Leuwi Hejo kita ambil arah Sentul, tepatnya ikuti GoogleMaps sih, jalannya kurang lebih searah dengan Gunung Pancar yang pernah saya singgahi beberapa waktu lalu tetapi jika tidak salah, saya ambil ke kiri untuk ke arah Leuwinya. Jujur saja, jalannya menurut saya agak menyeramkan, kanan – kiri jurang dan terjal berliku, jadi dipastikan hati-hati sekali dan jika sedang hujan, saya sarankan untuk tidak ke lokasi.
Sampai di depan gerbang, kita bertanya dulu ke penduduk setempat, untuk memastikan saja bahwa ini memang lokasi yang kita cari, maklum sepanjang jalan banyak penunjuk arah ke lokasi disertai lokasi wisata lainnya. Disarankan oleh mereka untuk parkir motor ditempat parkir terakhir, entah apa alasannya kita coba ikuti saja.
Ternyata alasannya untuk menghindari jalan yang cukup jauh dari tempat parkir awal, saya tidak menghitung berapa meter tapi mungkin jika jalan kaki mungkin akan memakan waktu sekitar 7 menit dari parkir awal ke akhir karena jalannya berbatuan. Jadi ada plus minus dalam hal ini, minusnya adalah jika terjadi hujan, harus lebih berhati-hati karena jalan sangat licin.
Ada dua pintu masuk, langsung ke Leuwi Hejo atau ke Leuwi Cepat dulu baru nanti pulangnya melewati Leuwi Hejo, alasannya ya biaya masuknya, tapi ternyata sama saja, setelah selesai dari Leuwi Cepat harus bayar lagi untuk ke Leuwi Hejo.
Kita bermain cukup lama di Leuwi Cepat karena jalan menuju ke sini pun lumayan ngos-ngosan loh, ketahuan jarang olahraga J jadi sambil istirahat dulu. Sampailah di Leuwi Hejo yang katanya sih mirip Green Canyon di Pangandaran versi mini. Jika saya lihat sih gak terlalu ya, entah karena saya tidak berenang, tapi melihat dari atas sudah ngeri duluan, kayanya sih cukup dalam. Beda dengan di Pangandaran, rute airnya telah saya lewati dulu baru kita melompat dari atas batu, jadi lebih aman.
Kita akhirnya main air di bebatuan saja tapi gak sambil timpuk-timpukan batu ya, bisa benjol nanti, wkwkwk. Hanya sekitar 10 menit kita di sini lalu kembali ke parkiran, dan OMG, sungguh terlalu, ternyata hanya sekitar 5 menit sudah sampai ke parkiran, ngapain juga kita sampai keliling atas dulu jika tempatnya cukup dekat, ya ambil positifnya saja, kita berolahraga sambil melihat Kuasa Sang Pencipta.
Pulangnya kita ambil arah berbeda karena diinfokan warga setempat jalan tersebut ke arah Cibinong, lah dah dekat dunk ? semoga sih, hehehe. Jalur pulang boleh dibilang lebih aman dan bagus dibandingkan jalur datang yang kami lewati walaupun saat itu turun hujan. Alhamdulillah, ternyata benar, kami pun tiba di belakang Polsek Cibinong, dekat dengan pasar Cibinong dan di sinilah kami berpencar dan sepertinya liburannya sebelumnya, saya harus ke kantor karena shift malam, hahahaha tragis.
Perjalanan kali ini kami pergi ke daerah Puncak, mencari penginapan via online, akhirnya dapat juga di Kota Bunga Cipanas. Sewa villa seharga Rp. 1.200.000 untuk 1 malam, terdiri dari 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, teras, ruang tamu dan dapur. Lokasi dan lingkungannya cukup aman dan bersih dan tentunya dekat dengan beberapa objek wisata lainnya.
Perjalanan kali ini terdiri dari 12 anak manusia, 11 diantaranya masih perlu bimbingan lebih lanjut, wkwkwk. Yup, ada yang tidak bisa ikut serta dari perjalanan sebelumnya dan ada yang baru ikut juga. Kami berangkat Jumat malam dari kantor dan langsung menuju Cibodas, tempat yang akan disinggahi pertama untuk istirahat hingga esok pagi.
Pertama kali saya menginap di warung pintu masuk Cibodas sekitar tahun 2002, dimana ketika itu masih jadi anggota Pecinta Alam Palasatra dan terakhir sekitar tahun 2009 dimana saat itu hanya ingin menghabiskan waktu saja. Banyak perubahan yang terjadi, warung tersebut telah dibuat sebagai penginapan dan dikenakan biaya. Sebelumnya saat itu saya menginap gratis dengan syarat membeli makan disana, namun saat ini dikenakan biaya Rp. 20.000 / orang namun masih bisa negosiasi.
Pagi hari hanya saya dan Agung yang bermain dahulu ke Cibodas, niatnya ingin ke air terjun, tapi apalah daya, jarak yang sangat jauh menjadi kendala saat itu. Sekitar pukul 10 pagi kami menuju Kota Bunga, setelah melewati gerbang, pemandangan yang cukup menarik terlihat dari bentuk rumah lucu dan unik, seperti ketika kami mencarinya di Internet kala itu.
Tidak banyak kegiatan kami, hanya makan, bercanda dan menonton karena sore hingga malam hari hujan rintik membasahi kawasan Puncak, walaupun akhirnya saya keluar juga malam itu untuk mencari makan malam.
Keluar penginapan sekitar pukul 10 pagi untuk lanjut wisata ke Taman Bunga, sebelumnya kami sudah berhenti di Little Venice tapi sepertinya kurang tertarik. Jika Anda ke Taman Bunga, saya sarankan untuk beli tiket Garden Tram, karena jika Anda mengelilingi seluruh area dengan jalan kaki, disarankan cari tempat pijat setelah itu, hahaha.
Beruntung saat itu cuaca sedang cerah sehingga bisa berjalan kaki dan lebih beruntung lagi ketika kami telah selesai, barulah hujan turun kembali. Kami sempat terkena buka tutup jalur ketika ingin pulang sehingga memakan waktu lebih lama dan menyempatkan makan malam dahulu di sekitar Ciawi.
Apakah ada perjalanan kami yang ketiga ? hanya waktu yang bisa menjawab.