Ini perjalanan kami kedua setelah menikah dan istri sedang hamil 3 bulan saat itu. Pas esoknya mau jalan, kami diinfokan jika sedang hamil harus ada surat izin untuk penerbangan, terpaksa deh sorenya kita wara-wiri cari dokter kandungan di RS. Alhamdulillah, memang belum rejekinya kali ya, sudah 3 RS yang kita datangi sekitar Slipi dan Palmerah tapi sedang tidak ada jadwal dokternya, jadi ya bismillah aja deh. Saya browsing pun untuk usia sekitar 3 bulan kehamilan masih aman untuk penerbangan, so jadi kita berangkat.

Kita berlima janjian langsung di bandara Soeta dan ambil keberangkatan malam. Tiba di bandara Juanda sekitar pukul 10 malam dan mobil jemputan pun sudah tiba untuk perjalanan ke Banyuwangi, tengah malam kita mampir dulu di ruman makan Warung Kencur sekitar 1 jam, dan pagi harinya sampailah di rumah teman kuliah mas Guntor (dokter Purwanto, silakan digoogling, ternyata beliau cukup terkenal di daerah Banyuwangi).

Selesai sholat Jumat di Masjid Agung Baiturrahman, kita keliling cari asinan, saya lupa nama asinannya apa tapi akhirnya dapat juga. Pantai Pulau Merah adalah lokasi pertama yang kita datangi, kami harus bertanya sekian kali ke penduduk setempat karena banyaknya jalan bercabang dan akhirnya sampai juga setelah 2 jam perjalanan. Apanya yang merah ? Bukit hijau kecil bertanah merah yang terletak di dekat bibir pantai itulah yang menyebabkan disebutnya Pulau Merah tetapi kami tidak ke sana karena air laut yang kurang bersahabat.

Sekembali dari sana kami langsung ke rumah untuk beristirahat karena malam harinya akan ke Kawah Ijen yang merupakan tujuan utama perjalanan ini. Berangkat setelah Isya dengan melewati hutan nan gelap (salah jalan pastinya hahaha), serius lho, sempat turun dulu karena kelebihan “muatan”, tanya “penduduk” sana sini, pokoknya seru deh + ditambah Derry yang “terampil” bawa mobil (harusnya dia ikut casting Transporter tuh).

Akhirnya tengah malam terlihat juga pintu masuk Kawah Ijen. Setelah konsultasi, membayar DP dan kondisi cuaca yang mendukung akhirnya dibantu pemandu, kita menjelajahi jalan kegelapan di tengah hutan. Sempat istirahat beberapa kali dan bercanda hingga akhirnya terlihat Kawah Ijen dari atas kawah setelah kurang lebih 1.5 jam perjalanan.

Masya Allah, terlihat indah sekali api biru dari atas kawah namun sayangnya saya dan istri tidak ikut turun ke bawah dikarenakan kondisinya yang kurang memungkinkan (jalan kebawah cukup terjal dan jalur yang sempit ditambah saat itu gerimis) hingga kami hanya bisa melihat dari atas saja.

Setelah 30 menit kami memutuskan kembali ke sebuah pondok dibawah untuk istirahat dan kurang beruntungnya lampu penerangan yang kami bawa mati, syukurlah cahaya bulan dan layar HP setia menemani kami hingga mencapai pondok tersebut yang ternyata masih tutup tetapi kami bisa beristirahat di luar. Selama perjalanan turun, kami bertemu para pendaki lain yang akan menuju Kawah, kebanyakan adalah WNA yang terlihat bersemangat sekali.

Sekitar 3 jam kemudian, kami berkumpul di pondok tersebut dan memesan beberapa minuman dan cemilan untuk menghangatkan badan. Ternyata pondok tersebut juga digunakan oleh para pembawa sulfur untuk berteduh juga, karena ketika matahari terbit tampaklah beberapa pondok kecil di sekelilingnya. Bau sulfur yang menyengat tercium dari bongkahan batu yang mereka bawa dan saya pun membeli beberapa batu yang telah dipahat menjadi ikan dan kura-kura, harganya pun murah, mungkin gak sebanding dengan prosesnya.

Setelah tenaga terkumpul, akhirnya kami turun kembali dan terlihatlah halaman nan luas di sekitar pintu masuk, ada beberapa warung, toilet, parkir mobil serta pengingapan, berbeda jauh dari yang kami lihat ketika pertama datang dalam kegelapan. Istirahat kembali sebentar sambil membayar lunas biaya pemandu wisata dan akhirnya kami pulang kembali ke rumah mas Pur.

Sampai rumah sekitar siang hari dan kembali istirahat kembali hingga malam tiba. Kami sempat mampir ke salah satu hotel hanya untuk menikmati cahaya bulan yang terpantul di air laut serta gemuruh ombak. Sekitar pukul 5 pagi kami telah tiba di Stasiun Karang Asem untuk melanjutkan perjalanan ke Malang, terlihat di foto wajah polos berbentuk bantal, hahahaha.

Perjalanan ini terasa sangat menyenangkan karena kau disampingku sayang, uhuyyyyy. Di kereta cuma makan, minum, dengar musik dan tidur hingga sampai tujuan. Berbeda dengan kedatangan di atas, kali ini gak ada yang jemput kami karena memang tidak butuh jemputan. Berjalan kaki sekitar 10 menit dari Stasiun hingga penginapan yang telah dipesan sebelumnya yaitu Hotel Helios. Jika melihat sekilas dari depan, tampak kecil tetapi ketika masuk ke dalam, luas juga.

Siang hari kami mencoba berkeliling dengan jalan kaki, ya jalan kaki sekitar 500 meter ke Alun-alun Tugu Malang dan dilanjutkan 250 meter ke Rumah Makan Inggil. Pas masuk ke resto ini, agak merinding karena tempatnya yang agak gimana gitu, banyak topeng Wayang yang sepertinya melirik, hiiiii. Untuk makan di sini lebih pas sambil lesehan, harga makanannya terjangkau dan rasanya mantap, bolehlah lain waktu kembali ke sini lagi.

Selepas dari sini kita keliling tanpa tujuan hingga akhirnya coba naik “grab”, kenapa saya kasih tanda kutip ? karena waktu itu belum ada aplikasinya jadi kita menghubungi CS tersebut dan barulah dijemput oleh mereka. Tujuan kali ini adalah Kota Wisata Batu. Pas masuk ke mobil, ternyata tidak tersedia bangku belakang dan kami berenam, so bisa dibayangkan betapa “indahnya” perjalanan 2 pria di “bangku belakang” tersebut.

Owalah ramai sekali ternyata, namanya juga tempat hiburan toh :) beberapa wahana kami coba dan yang terakhir adalah rumah Hantu yang buat saya harus jadi pemberani, hahaha. Tidak lama kami disana, hanya sekitar 3 jam dan itu sudah membuat kaki mau copot. Yang tak kalah menarik adalah, apa coba ayo ? ketika kami keluar gerbang, kami melihat mobil yang tadi kami sewa untuk ke sini persis di depan kami dan untungnya supirnya masih ingat, karena saat itu posisi sedang kosong, langsung lah kami menyapa supirnya dan alhamdulillah, ternyata dia mau mengantar kami kembali.

Mie Setan, kami tidak kembali ke hotel melainkan makan malam dulu di sini. Sesuai namanya, sebenarnya bukan menu saya banget, akhirnya pesanlah level paling rendah dan menurut saya pun sudah cukup pedas, tapi minumannya mantap, bisa menyaingi pedasnya mie tersebut. Tempatnya cukup nyaman, sepertinya ini rumah yang dijadikan tempat makan, kebanyakan muda-mudi yang datang kemari, ada yang berpasangan dan ada juga yang berkelompok seperti kami, ya tahun 2014 saya masih muda kok, hehehe.

Tibalah di hotel untuk melepas lelah karena besoknya kami akan kembali ke Jakarta. Selesai sarapan dan packing barang, kembali kami “olahraga” menuju lokasi bis Safari Dharma Raya, yup mereka akan naik bis hingga ke Jakarta sedangkan saya dan istri hanya menumpang sementara menuju terminal Arjosari, barulah dari sini saya naik bis menuju Bandara Juanda, walau macet kami tidak terlalu takut tertinggal pesawat karena kami mendapatkan penerbangan malam hari. Alhamdulillah, akhirnya saya sampai rumah sekitar 2 jam setelah lepas landas dan mereka ??? mereka sampai di pagi harinya sekitar pukul 7 pagi.

Oh iya, jika kalian melihat foto-foto tersebut ada “perbedaan”, harap maklum karena kami mengajak mas Guntor, gak tau kan siapa dia ? Veteran Kaskus.